Menemukan dan Menentukan Obyek Foto

“Terlepas dari pemotretan untuk kepentingan apapun, obyek foto sering menjadi polemik, dimana pemotret tidak jarang mengalami kesulitan dalam menemukan, menentukan kemudian mendokumentasikannya“.

Festival budaya menjadi surga para pemburu berita dan pemotret yang gemar memotret kegiatan budaya. Lalu lalang orang di pasar dan suasana lokasi tempat pembuangan sampah menjadi primadona bagi penggila foto human interest. Sunset dan sunrise menjadi sarapan para pemotret landscape dan masih banyak lagi suasana maupun tempat yang menjadi ladang obyek pemotret dalam membuat karya fotografi.

Jadwal kegiatan budaya bagi sebagian pemotret menjadi agenda yang tidak dapat diganggu gugat dan telah dipersiapkan jauh-jauh hari agar pemotret dapat menjadi bagian dari peristiwa tersebut. Menyisihkan uang, menjadwalkan libur dari pekerjaan dan kuliah, serta berlatih bangun pagi merupakan perjuangan mempersiapkan diri untuk memotret sebuah peristiwa.

Begitu besarnya pengorbanan dalam mempersiapkan segala sesuatunya, persiapan semacam ini lumrah terjadi pada kalangan pemotret. Namun, pengorbanan dan perjuangan pra pemotretan kadang tidak sejalan dengan  kondisi saat pemotretan. Pemotretan sebuah peristiwa atau kejadian menjadi sulit terdokumentasikan dalam kondisi tertentu.

Sebagai contoh, seorang landscaper yang telah mempersiapkan konsep secara matang untuk melakukan perjalanan dan pemotretan terbitnya matahari, aplikasi prakiraan cuaca sudah terinstal pada smartphone, menyiapkan lensa wide (sudut lebar) bahkan super wide, tetapi kenyataan berkata lain, matahari yang dinantikan muncul bersama awan tidak datang. Cuaca kadang tidak dapat ditebak sehingga seorang pemotret hanya dapat berdiri menatap terbitnya matahari tidak seperti yang diharapkan.

Apa yang harus dilakukan dalam kondisi ini?

Pertama, yang mesti dilakukan adalah berdoa agar diberikan ketabahan dalam menghadapi kenyataan ini.

Kedua, pemotret harus berpikir cepat memotret obyek alternatif yang mungkin jauh lebih unik dan menarik. Meskipun kenyataannya obyek foto yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Obyek menarik masih sangat tersedia dan terhampar, dibutuhkan sedikit kreatifitas pemotret untuk menemukan, menentukan dan mengabadikannya.

Sebagai contoh gambar di bawah, foto ini dihasilkan ketika saya berniat memotret keindahan matahari terbit Gunung Bromo dari pananjakan 1, tetapi fakta berkata lain. Pada pukul 04.30 WIB, cahaya matahari mulai menguning kemudian memudar karena cuaca sangat mendung, sehingga sampai pukul 06.00 matahari tidak muncul sempurna seperti yang diharapkan. Pada akhirnya mata melihat obyek pola yang menarik di sisi utara area pananjakan 1.

Foto lautan pasir bromo dari pananjakan 1
Photo by Mirza Adi

Keindahannya tidak kalah dengan Gunung Bromo, tetapi obyek ini cukup menarik untuk diabadikan sebagai pengganti sunrise.

Sedikit bergeser dari tempat awal berdiri menunggu matahari terbit, sedikit membelokkan arah lensa beberapa derajat ke arah utara gunung Bromo, kita dapat menemukan obyek yang tidak kalah unik dan menarik dari yang diharapkan semula.

Seorang yang menyukai foto-foto human interest juga dapat mengalami kendala non teknis ketika berada di situasi tertentu. Sebagai contoh seorang pemotret yang mengabadikan parade atau kirab, kondisi non teknis yang tidak terduga mungkin sekali muncul ketika pemotret berhadapan dengan petugas keamanan event. Ketika Pewarta foto dan wartawan dari berbagai media telah memposisikan pada sudut yang strategis untuk mendapatkan foto berita,

Apakah penghobi foto tidak bisa memotret event tersebut?

Sebagai seorang penghobi foto, semestinya tidak memaksakan diri ketika situasi tidak memungkinkan. Penghobi fotogafi semestinya memprioritaskan dan menghargai pemotret lain untuk kepentingan pemberitaan dan presional lainnya.

Foto seorang penonton parade yang memotret dengan menggunakan handphone
Photo by Mirza Adi

Foto di atas merupakan sebuah momen parade budaya, situasi saat pemotretan sangatlah ramai pengunjung dan pemotret saling berdesakan baik pemotret dari media cetak, televisi maupun para penghobi fotografi. Sangatlah tidak mungkin memaksakan diri berada tepat di depan obyek. Pilihan mundur beberapa meter dari para pemburu gambar dan berita adalah sikap bijak dalam memotret. Ternyata obyek menarik dan informatif masih tersedia meskipun tidak berhadapan langsung dengan obyek yang akan dipotret. Mengatur diafragma bukaan besar (angka kecil), sesuaikan kecepatan (speed) kamera kemudian menekan shutter, tergambarlah sebuah peristiwa seseorang yang mendokumentasikan parade dengan kamera handphone.

Selain beberapa peristiwa di atas, penghobi foto juga sering terhambat ketika memotret peristiwa-peristiwa seperti bencana alam. Pertimbangan keamanan serta akses masuk lokasi menjadi kendala bagi para pemotret hobi. Bukan berarti kita tidak dapat memotret dan memberikan informasi terkait peristiwa tersebut. Hanya saja pemotret hobi lebih sabar menunggu peristiwa tersebut mereda dalam kondisi yang tidak berbahaya.

Sebagai contoh foto di bawah merupakan gambaran kayu bekas terkena awan panas paska erupsi Gunung Merapi 2010. Meskipun momen tersebut beberapa waktu setelah Gunung Merapi meletus, kita masih dapat menginformasikan kondisi bagaimana keganasan awan panas menerjang apapun yang dilewatinya. Nuansa kering, gersang dapat kita sisipkan untuk menggambarkan kondisi paska letusan. Pemilihan obyek menjadi wajib dipahami pemotret supaya pemotret tidak salah memilih obyek yang akan diinformasikan.

foto pohon yang terbakar akibat letusan gunung merapi 2010
Photo by Mirza Adi

Memilih dan menentukan obyek foto bukan pekerjaan yang mudah, banyak obyek yang tersebar di sekitar kita tetapi tidak terdeteksi oleh mata dan lensa para pemotret.

Berkaitan dengan cara memlih obyek sebagai bagian dalam karya fotografi, dapat kita ibaratkan seorang laki-laki melihat seorang perempuannya dengan berbagai pertimbangan, cantik, putih, tinggi, seksi, luwes akan lebih dipertimbangkan, tidak asal pilih. Memotretpun semestinya seperti itu, obyek punya standar untuk digambarkan dan diinformasikan kepada pemirsanya.

Mengapa hal itu tidak kita terapkan juga dalam berfotografi. Ketika memilih obyek untuk difoto berikanlah syarat, seperti obyeknya menarik, obyeknya mengandung unsur komposisi, warna kemudian baru kita abadikan obyek tersebut. Seorang pemotret semestinya adil menyikapi hal itu, tidak semua obyek foto diabadikan, kita akan menjadi “playboy” foto. Seolah tanpa syarat dan tanpa alasan jelas obyek langsung kita potret, alhasil karya foto yang kita buat tidak mampu kita pertanggungjawabkan baik secara teknis maupun konten cerita.

Ibarat sebuah puisi, pembaca akan memahami kata demi kata kemudian mengerti maksud yang akan disampaikan. Karya foto juga tidak jauh berbeda, semestinya penikmat karya foto akan memahami elemen demi elemen obyek yang tersusun dalam sebuah karya foto., kemudian makna tersirat dalam sebuah foto dapat ditangkap oleh penikmatnya.