cahaya dalam fotografi

Cahaya dalam Fotografi Part 1

“ Cahaya menjadi unsur yang sangat penting dalam fotografi, tidak ada cahaya fotografi tidak akan ada. Begitu pentingnya cahaya untuk membangun karya, pemotret semestinya memahami bagaimana dinamika cahaya dalam fotografi. “

Melukis dengan cahaya, apa yang terlintas pada diri kita?

Bagi pelaku dan penikmat dunia fotografi tentu sangat paham istilah tersebut. Melukis dengan cahaya adalah pengertian yang populer tentang fotografi. Cahaya menjadi sangat penting dan wajib ada dalam proses penciptaan karya foto, begitulah yang disebutkan dalam beberapa buku maupun artikel fotografi.

Salah satu sumber cahaya dalam fotografi yang akan kita bahas dinamikanya adalah cahaya alami atau available light. Sumber cahaya alami menjadi favorit bagi pecinta fotografi diberbagai pemotretan. Pecinta human interest tentu sangat bersahabat dengan cahaya alami yang berasal dari matahari. Seorang street photographer  akan bereksperimen dengan membuat shadow, flare atau efek lainnya pada obyek pemotretan. Seorang landscaper (julukan pemotret obyek landscape) sangat akrab dengan cahaya alami yang berasal dari matahari terbit dan tenggelam, cahaya bulan dan lain sebagainya. Sampai pada pemotretan makanan atau food photography juga sering memanfaatkan cahaya alami untuk memberikan kesan natural. Begitulah gambaran dinamika cahaya dalam fotografi yang dimanfaatkan oleh para pemotret.

Pertanyaannya, apakah para pemotret mengetahui dinamikanya?

Di sini kita akan membahas dinamika sederhana mengenai bagaimana efek cahaya alami,  kesan apa yang dihasilkan serta kelebihan dan kekurangannya.

Dalam foto ilustrasi pada pemotretan human interest, cahaya alami (available light) yang datang dari arah samping obyek pada foto di bawah menimbulkan efek gelap terang (shadow & high light). Intensitas cahaya yang cukup keras pada foto berwarna dapat menjadi masalah serius karena menyebabkan beberapa bagian obyek terlihat kelebihan cahaya (over exposure).

Kelebihan cahaya pada obyek foto yang dihasilkan oleh kamera digital akan menghilangkan detail dari obyek foto dikarenakan sensor kamera sulit membaca obyek yang terkena cahaya berlebih.

cahaya dalam fotografi
photo by mirza adi

Foto di bawah, terlihat cahaya dengan intensitas  cukup keras datang dari arah belakang (back lighting) area obyek pengendara sepeda motor.  Jalan terlihat mengkilat dan licin karena beberapa saat sebelum pemotretan diguyur hujan.

cahaya dalam fotografi
photo by mirza adi

Situasi ini sudah dapat kita lihat tanpa bantuan view finder pada kamera sesaat sebelum didokumentasikan. Observasi mata telanjang diperlukan beberapa saat sebelum kita membingkai obyek dan menekan shutter. Pemotretan outdoor dengan cahaya alami (available light) ini cukup menguntungkan bagi pemotret, efek dari cahaya dapat dilihat langsung karena cahaya bersifat continous sehingga efek cahaya seperti shadow (bayangan) dan jalan mengkilat sudah terlihat dan menjadi modal mengeluarkan jurus fotografi apa yang akan kita pakai untuk memaksimalkan obyek yang akan di abadikan, sambil menunggu momen terbaik dari obyek foto.

Pengambilan gambar dengan sudut pandang atas (high angle) selain dimaksudkan untuk lebih menangkap bayangan dapat memasukkan elemen foto lebih banyak dalam frame. Pemilihan efek hitam putih dapat memberikan nuansa dramatis pada foto tersebut. Pengetahuan waktu yang tepat (golden moment) untuk melakukan pemotretan mutlak harus dipahami para pemotret jalanan agar mendapatkan cahaya terbaik pada saat pemotretan. Selain golden moment, pemilihan sudut pandang juga perlu dipelajari.

Pemotret akan kehilangan momen dan efek cahaya yang diinginkannya, jika posisinya kurang tepat. Beberapa contoh kasus ilustrasi foto (pedagang pasar dan pengendara sepeda motor), apabila pemotret berada pada posisi tidak tepat maka ada beberapa  kemungkinan terjadi seperti hasil foto over exposure pada beberapa detail bagian obyek, foto siluet karena lensa kamera hampir berhadapan dengan arah datang cahaya, munculnya flare dimana lensa   terpapar cahaya yang cukup keras atau mendapatkan foto dengan bayangan yang jatuh tidak tepat pada setting sebuah foto. Kemungkinan itulah yang berpotensi muncul jika pemotret kurang jeli memahami arah datang cahaya dalam pemotretan.

Cahaya alami mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:

  1. Efek cahaya dapat dilihat langsung oleh pemotret pra pemotretan.
  2. Efek cahaya yang ditimbulkan terlihat alami

Selain mempunyai beberapa kelebihan, kita juga harus mengenali beberapa kekurangan cahaya alami, diantaranya:

  1. Pemotret tidak dapat memindahkan arah datang cahaya
  2. Tidak dapat ditingkatkan intensitas cahayanya
  3. Cahaya tidak menentu

Kelebihan dari kita memanfaatkan cahaya alami di atas bukan alasan kita untuk terus menerus memotret di luar ruangan (outdoor).

Kelemahan di atas juga bukan menjadi alasan untuk kita berhenti memotret dan belajar fotografi, kelebihan dan kekurangan dijadikan sebagai salah satu pemahaman sebelum melakukan pemotretan.

Cropping dan Efek Blur dalam Fotografi

“Keduanya adalah dua teknik fotografi yang berbeda tetapi mempunyai beberapa kesamaan dalam fungsinya, kesamaan tidak dapat diartikan identik“.

Cropping dan efek blur merupakan istilah fotografi yang jarang sekali disandingkan, dapat dikatakan dua teknik yang berbeda bab jika berbicara buku. Pada tulisan ini, keduanya disandingkan agar dapat menjadi pilihan teknik fotografi sederhana sebelum kita menekan shutter kamera.

Apa itu Cropping?

Menurut Wikipedia, cropping adalah penghapusan bagian sudut dari suatu gambar untuk memotong/mengambil/mengeluarkan sebagian isi dari gambar guna memperoleh hasil yang diinginkan. Sederhananya adalah salah satu teknik fotografi dengan menghilangkan obyek yang dinilai tidak relevan dengan obyak utama. Cropping dapat dilakukan dengan dua hal, pertama dengan menggunakan kamera dengan cara melakukan zoom pada lensa dan yang kedua melalui software editing foto (di luar kamera).

Sering kali kita mendengar istilah cropping, istilah ini sering terdengar ketika para fotografer sedang mengamati sebuah foto, “Wah.. bagus ni foto, tapi sayang cropping nya terlalu ketat, ini fotonya keren kalau di crop,” suara-suara itulah yang menjadi backsound fotografer ketika menikmati sebuah foto.

Banyak cerita dan ulasan mengenai betapa hebatnya teknik cropping ketika digunakan secara benar. Foto Che Guevara yang fenomenal adalah foto dari hasil cropping dan menjadi kiblat semangat perjuangan seluruh dunia. Kita tidak akan membahas keberhasilan seorang Alberto Corda menggunakan teknik cropping untuk mengeliminasi obyek dalam foto fenomenalnya.

Kita akan kembali ke fotografi yang ada di Indonesia, fokus mengenai fotografi pada umumnya dengan kamera yang kita punya kemudian membahas hal yang sederhana mengenai teknik cropping dan blur dengan obyek di sekitar kita.

Tuhan menciptakan dunia begitu luasnya tetapi produsen kamera hanya membuat kotak kecil bernama viewfinder dengan ukuran kurang lebih 1,8 inch atau hanya membuat LCD kamera berkisar 2-3,5 inch. Sehingga pemotret harus bijak dalam memilih obyek yang akan dimasukkan dalam frame kamera. Cropping akan berperan menghilangkan elemen yang mengganggu obyek utama. Teknik cropping dapat digunakan apabila :

  • Elemen foto di area Point of Interest (POI) sudah tidak dapat membangun obyek utama
  • Elemen foto tidak mampu memberikan informasi pendukung obyek utama
  • Elemen foto di sekitar POI mengalihkan perhatian sehingga obyek utama menjadi bias.

Beberapa fotografer berkreasi memainkan teknik cropping dengan sengaja menghilangkan elemen pembangun obyek utama untuk memberikan kesan dramatis dalam sebuah foto.

Apakah hal itu salah?

Jawabannya adalah tidak ada yang melarang berereksperimen membangun informasi dalam sebuah foto.

Selanjutnya kita akan membahas efek blur, apa itu Efek blur?

Blur diambil dari bahasa Inggris artinya tidak jelas. Fotografi menggunakan istilah blur ketika foto dihasilkan dengan lensa diafragma besar (ilstrasi pada gambar di bawah) 1,4;1,8;2,8 dst atau blur dapat terjadi ketika seseorang memotret obyek dengan kondisi  kurang cahaya menggunakan kecepatan lambat.

Diafragma lensa menjadi proses mekanik yang penting pada efek blur. Seberapa pekat efek blur untuk menyamarkan obyek foto ditentukan oleh angka-angka (Gambar di atas) dalam diafragma kamera.

Teori dasarnya adalah semakin besar bukaan diafragma lensa (angka kecil) maka ruang tajam yang dihasilkan semakin sempit dengan kata lain blur yang dihasilkan semakin pekat. Sebaliknya jika semakin kecil bukaan diafragma lensa (angka besar) maka ruang tajam yang dihasilkan akan semakin lebar dengan kata lain blur tidak terlalu pekat. Sehingga efek blur dapat digunakan jika elemen/obyek di luar obyek utama masih dapat dimanfaatkan sebagai elemen pendukung informasi sebuah foto meskipun terlihat samar.

Kita lihat beberapa contoh foto yang menggunakan cropping dan efek blur dalam mengeliminasi obyek.  Foto dengan obyek orang naik sepeda telah menghilangkan banyak elemen/obyek yang mengganggu obyek utama. Sebelah kanan obyek terdapat deretan parkir kendaraan bermotor di pinggiran jalan, sebelah kiri ada mobil berjalan, dan sebelah atas obyek terdapat becak tepat di belakang obyek, di sebelah bawah obyek ada pejalan kaki menyeberang jalan. Elemen di luar frame foto dihilangkan agar obyek utama lebih menonjol. Proses pembuatan foto menggunakan teknik cropping kamera tanpa menggunakan software media komputer.

contoh foto yang menggunakan cropping dan efek blur dalam mengeliminasi obyek
Photo by Mirza Adi

Foto dengan obyek pohon pisang merupakan hasil pengaplikasian teknik cropping, dimana kenyataannya disekitar obyek utama terdapat beberapa pohon pisang yang tertanam. Efek cropping yang dilakukan adalah adanya kesan tunggal, lahan gundul dan lain sebagainya. Hal itu akan berbeda cerita jika, pohon pisang disekitar obyek utama dimasukkan dalam frame.

obyek pohon pisang merupakan hasil pengaplikasian teknik cropping
Photo by Mirza Adi

Efek blur pada foto  (gambar di bawah) sengaja dilakukan untuk menyamarkan background dan foreground. Elemen yang diberikan efek blur dimanfaatkan sebagai elemen pembangun cerita dalam foto, tidak dihilangkan namun disamarkan dengan kepekatan tertentu.

lemen yang diberikan efek blur dimanfaatkan sebagai elemen pembangun cerita dalam foto, tidak dihilangkan namun disamarkan dengan kepekatan tertentu.
Photo by Mirza Adi

Efek blur dengan cropping mempunyai kesamaan  bukan berarti kedua teknik tersebut sama atau identik. Penggunaan efek blur dan cropping tentunya mempunyai kesan yang berbeda. Blur dan cropping secara umum sama-sama berfungsi untuk mengisolasi elemen/obyek di sekitar obyek utama atau POI. Pilihan menggunakan blur dalam mengisolasi obyek lebih pada menyamarkan elemen/obyek foto di sekitar obyek utama/POI dalam taraf tertentu, untuk membangun informasi sebuah foto. Sehingga pemilihan teknik cropping dan efek blur sudah dapat kita tentukan sebelum memotret.

Secara sederhana cropping dapat digunakan jika elemen/obyek di luar obyek utama sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk membangun informasi sebuah foto, Dan efek blur dapat digunakan jika elemen/obyek foto di luar obyek utama dapat membantu memberikan informasi obyek utama dalam sebuah foto.

Mirza Adi Prabowo

Menemukan dan Menentukan Obyek Foto

“Terlepas dari pemotretan untuk kepentingan apapun, obyek foto sering menjadi polemik, dimana pemotret tidak jarang mengalami kesulitan dalam menemukan, menentukan kemudian mendokumentasikannya“.

Festival budaya menjadi surga para pemburu berita dan pemotret yang gemar memotret kegiatan budaya. Lalu lalang orang di pasar dan suasana lokasi tempat pembuangan sampah menjadi primadona bagi penggila foto human interest. Sunset dan sunrise menjadi sarapan para pemotret landscape dan masih banyak lagi suasana maupun tempat yang menjadi ladang obyek pemotret dalam membuat karya fotografi.

Jadwal kegiatan budaya bagi sebagian pemotret menjadi agenda yang tidak dapat diganggu gugat dan telah dipersiapkan jauh-jauh hari agar pemotret dapat menjadi bagian dari peristiwa tersebut. Menyisihkan uang, menjadwalkan libur dari pekerjaan dan kuliah, serta berlatih bangun pagi merupakan perjuangan mempersiapkan diri untuk memotret sebuah peristiwa.

Begitu besarnya pengorbanan dalam mempersiapkan segala sesuatunya, persiapan semacam ini lumrah terjadi pada kalangan pemotret. Namun, pengorbanan dan perjuangan pra pemotretan kadang tidak sejalan dengan  kondisi saat pemotretan. Pemotretan sebuah peristiwa atau kejadian menjadi sulit terdokumentasikan dalam kondisi tertentu.

Sebagai contoh, seorang landscaper yang telah mempersiapkan konsep secara matang untuk melakukan perjalanan dan pemotretan terbitnya matahari, aplikasi prakiraan cuaca sudah terinstal pada smartphone, menyiapkan lensa wide (sudut lebar) bahkan super wide, tetapi kenyataan berkata lain, matahari yang dinantikan muncul bersama awan tidak datang. Cuaca kadang tidak dapat ditebak sehingga seorang pemotret hanya dapat berdiri menatap terbitnya matahari tidak seperti yang diharapkan.

Apa yang harus dilakukan dalam kondisi ini?

Pertama, yang mesti dilakukan adalah berdoa agar diberikan ketabahan dalam menghadapi kenyataan ini.

Kedua, pemotret harus berpikir cepat memotret obyek alternatif yang mungkin jauh lebih unik dan menarik. Meskipun kenyataannya obyek foto yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Obyek menarik masih sangat tersedia dan terhampar, dibutuhkan sedikit kreatifitas pemotret untuk menemukan, menentukan dan mengabadikannya.

Sebagai contoh gambar di bawah, foto ini dihasilkan ketika saya berniat memotret keindahan matahari terbit Gunung Bromo dari pananjakan 1, tetapi fakta berkata lain. Pada pukul 04.30 WIB, cahaya matahari mulai menguning kemudian memudar karena cuaca sangat mendung, sehingga sampai pukul 06.00 matahari tidak muncul sempurna seperti yang diharapkan. Pada akhirnya mata melihat obyek pola yang menarik di sisi utara area pananjakan 1.

Foto lautan pasir bromo dari pananjakan 1
Photo by Mirza Adi

Keindahannya tidak kalah dengan Gunung Bromo, tetapi obyek ini cukup menarik untuk diabadikan sebagai pengganti sunrise.

Sedikit bergeser dari tempat awal berdiri menunggu matahari terbit, sedikit membelokkan arah lensa beberapa derajat ke arah utara gunung Bromo, kita dapat menemukan obyek yang tidak kalah unik dan menarik dari yang diharapkan semula.

Seorang yang menyukai foto-foto human interest juga dapat mengalami kendala non teknis ketika berada di situasi tertentu. Sebagai contoh seorang pemotret yang mengabadikan parade atau kirab, kondisi non teknis yang tidak terduga mungkin sekali muncul ketika pemotret berhadapan dengan petugas keamanan event. Ketika Pewarta foto dan wartawan dari berbagai media telah memposisikan pada sudut yang strategis untuk mendapatkan foto berita,

Apakah penghobi foto tidak bisa memotret event tersebut?

Sebagai seorang penghobi foto, semestinya tidak memaksakan diri ketika situasi tidak memungkinkan. Penghobi fotogafi semestinya memprioritaskan dan menghargai pemotret lain untuk kepentingan pemberitaan dan presional lainnya.

Foto seorang penonton parade yang memotret dengan menggunakan handphone
Photo by Mirza Adi

Foto di atas merupakan sebuah momen parade budaya, situasi saat pemotretan sangatlah ramai pengunjung dan pemotret saling berdesakan baik pemotret dari media cetak, televisi maupun para penghobi fotografi. Sangatlah tidak mungkin memaksakan diri berada tepat di depan obyek. Pilihan mundur beberapa meter dari para pemburu gambar dan berita adalah sikap bijak dalam memotret. Ternyata obyek menarik dan informatif masih tersedia meskipun tidak berhadapan langsung dengan obyek yang akan dipotret. Mengatur diafragma bukaan besar (angka kecil), sesuaikan kecepatan (speed) kamera kemudian menekan shutter, tergambarlah sebuah peristiwa seseorang yang mendokumentasikan parade dengan kamera handphone.

Selain beberapa peristiwa di atas, penghobi foto juga sering terhambat ketika memotret peristiwa-peristiwa seperti bencana alam. Pertimbangan keamanan serta akses masuk lokasi menjadi kendala bagi para pemotret hobi. Bukan berarti kita tidak dapat memotret dan memberikan informasi terkait peristiwa tersebut. Hanya saja pemotret hobi lebih sabar menunggu peristiwa tersebut mereda dalam kondisi yang tidak berbahaya.

Sebagai contoh foto di bawah merupakan gambaran kayu bekas terkena awan panas paska erupsi Gunung Merapi 2010. Meskipun momen tersebut beberapa waktu setelah Gunung Merapi meletus, kita masih dapat menginformasikan kondisi bagaimana keganasan awan panas menerjang apapun yang dilewatinya. Nuansa kering, gersang dapat kita sisipkan untuk menggambarkan kondisi paska letusan. Pemilihan obyek menjadi wajib dipahami pemotret supaya pemotret tidak salah memilih obyek yang akan diinformasikan.

foto pohon yang terbakar akibat letusan gunung merapi 2010
Photo by Mirza Adi

Memilih dan menentukan obyek foto bukan pekerjaan yang mudah, banyak obyek yang tersebar di sekitar kita tetapi tidak terdeteksi oleh mata dan lensa para pemotret.

Berkaitan dengan cara memlih obyek sebagai bagian dalam karya fotografi, dapat kita ibaratkan seorang laki-laki melihat seorang perempuannya dengan berbagai pertimbangan, cantik, putih, tinggi, seksi, luwes akan lebih dipertimbangkan, tidak asal pilih. Memotretpun semestinya seperti itu, obyek punya standar untuk digambarkan dan diinformasikan kepada pemirsanya.

Mengapa hal itu tidak kita terapkan juga dalam berfotografi. Ketika memilih obyek untuk difoto berikanlah syarat, seperti obyeknya menarik, obyeknya mengandung unsur komposisi, warna kemudian baru kita abadikan obyek tersebut. Seorang pemotret semestinya adil menyikapi hal itu, tidak semua obyek foto diabadikan, kita akan menjadi “playboy” foto. Seolah tanpa syarat dan tanpa alasan jelas obyek langsung kita potret, alhasil karya foto yang kita buat tidak mampu kita pertanggungjawabkan baik secara teknis maupun konten cerita.

Ibarat sebuah puisi, pembaca akan memahami kata demi kata kemudian mengerti maksud yang akan disampaikan. Karya foto juga tidak jauh berbeda, semestinya penikmat karya foto akan memahami elemen demi elemen obyek yang tersusun dalam sebuah karya foto., kemudian makna tersirat dalam sebuah foto dapat ditangkap oleh penikmatnya.

Mirza Adi Prabowo

Fotografi itu Mudah

“ Pertanyaan sederhana yang jarang kita tanyakan  pada diri sendiri sebelum memulai berfotografi, ketika kita tahu fotografi itu mudah atau fotografi itu sulit, disitulah kita akan menyusun langkah yang akan dilakukan untuk menikmati segala  proses dan aktifitasnya “.

Mengoperasikan kamera lebih mudah daripada membuat karya.

Pernyataan itu tidak sepenuhnya salah dan tidak semuanya benar. Bagi sebagian orang sangatlah rumit, sebagiannya lagi meskipun mengalami hambatan tetapi mereka mencari solusi untuk mengatasinya dengan membaca manual book kamera, bertanya kepada kawan yang jago memotret, membaca artikel fotografi online, mengikuti seminar fotografi, ambil kelas kursus fotografi dan bergabung dengan komunitas foto.

Banyak hal yang melatarbelakangi sebuah foto, diantaranya sekedar mendokumentasikan peristiwa, menyampaikan pesan, kepentingan pemberitaan, permintaan dari klien atau kepentingan  komersial dan lain sebagainya, itulah beberapa alasan seseorang untuk tetap dan terus memotret.

Sampai detik ini, apakah masih menganggap fotografi itu mudah?

Beragam jawaban akan muncul dibenak masing-masing seperti fotografi itu sulit, fotografi itu tidak perlu banyak bicara tinggal klik saja, fotografi itu yang penting menghasikan uang, atau jawaban yang lebih istimewa lagi bahwa fotografi adalah sebuah proses seni hasil konversi ide-ide dan pesan melalui kamera menjadi karya foto.

Bagaimana jika kita sepakati bahwa fotografi itu sulit?

Terbukti dengan banyaknya artikel dan buku yang beredar berulang kali membahas teknik fotografi, banyak judul buku cara mudah memotret dokumentasi, cara mudah menggunakan kamera DSLR, inilah beberapa bukti bahwa fotografi itu sulit.

Apakah kita harus pergi ke perpustakaan dan membaca buku fotografi ber bahasa Belanda dan Inggris biar keren?

Apakah kita akan berburu brosur short course fotografi dan langsung mendaftar?

Apakah kita mulai browsing jadwal seminar fotografi dengan pembicara orang terkenal?

Boleh-boleh saja dan tidak ada yang salah dengan usaha tersebut, asalkan kita mampu menyesuaikan situasi dan kondisi. Jangan sampai waktu dan keuangan yang dikeluarkan lebih besar daripada ilmu yang diperoleh.

Kita akan intip cerita jika memotret itu menjadi sesuatu hal yang mudah dan murah.

Pertama, Memotretlah obyek sederhana yang tersedia di sekitar kita

Berbekal  kamera yang kita punya, berikanlah sedikit sentuhan teknik fotografi sederhana, manfaatkan setting obyek sekitar menjadi obyek foto yang menarik meskipun masih bersifat sederhana. Obyek sederhana pada foto sering kita lihat tapi jarang kita abadikan. Obyek foto di bawah ini dapat mengajarkan bahwa penataan elemen foto (komposisi) akan memberikan kesan kerapian dan harmoni. Obyek dengan warna yang berbeda akan terlihat menonjol sebagai obyek utama atau point of interest (POI) dalam sebuah foto.

penataan elemen foto (komposisi) akan memberikan kesan kerapian dan harmoni
Photo by Mirza Adi

Obyek foto sederhana yang berada di sekitar kita dapat difoto dengan kamera sederhana seperti kamera ponsel dan sejenisnya, tidak ada keharusan menggunakan  kamera DSLR atau kamera profesional lainnya.

Kedua, Melatih kepekaan melihat obyek

Obyek foto akan banyak dijumpai ketika berjalan-jalan, namun terkadang mata tidak mengenalinya sehingga kita akan terlambat atau bahkan tidak bereaksi untuk mengabadikannya. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk menyadari dan menajamkan mata terhadap obyek-obyek yang tidak jauh dari kita berdiri. Pada gambar di bawah, sedikit teknik fotografi dasar yaitu komposisi warna dibangun untuk memberikan kesan harmoni dan colourful.

komposisi warna dibangun untuk memberikan kesan harmoni dan colourful.
Photo by Mirza Adi

Pemotret dapat menemukan pengalaman fotografi pada obyek foto berupa benda yang nampak tidak begitu bagus, tidak rapi ketika kita berusaha mengkomposisikannya serta memasukkan adanya unsur warna dalam frame kamera maka foto akan nampak lebih dari senyatanya.

Begitu mudahnya proses yang terjadi, meluangkan waktu berjalan-jalan, lebih peka melihat sekitar sehingga mata menangkap obyek dan komposisikan dalam  kamera sambil melihat apakah obyek sudah tertata sesuai yang diharapkan kemudian berikan sedikit tenaga pada ujung jari untuk menekan shutter kamera, “klik” dan suara itulah pertanda bahwa kamera telah selesai bertugas memotret  obyek yang luar biasa.

Ketiga, Sisipkan pesan/kritik dalam sebuah foto

Tetap dengan obyek yang sederhana, pemotret dapat menyisipkan pesan dan kritik dalam sebuah foto. Sebagai contoh gambar di bawah, sebuah  kondisi jalanan yang mulai tidak  pada fungsinya, parkir kendaraan yang memakan separuh jalan raya, alih fungsi trotoar pejalan kaki menjadi tempat berjualan dan lahan parkir menjadi salah satu penyebab kemacetan di jalan. Peristiwa ini dapat kita gambarkan dengan sebuah foto.

gambar di bawah, sebuah  kondisi jalanan yang mulai tidak  pada fungsinya, parkir kendaraan yang memakan separuh jalan raya, alih fungsi trotoar pejalan kaki menjadi tempat berjualan dan lahan parkir menjadi salah satu penyebab kemacetan di jalan
Photo by Mirza Adi

Kemampuan pemotret menggabungkan obyek yang tersedia (gambar di bawah), menjadi sebuah rangkaian cerita atau pesan akan memberikan nilai tersendiri bagi penikmatnya. Penikmat foto tidak hanya disajikan gambar tetapi diberikan informasi, keterangan serta pesan tersirat di dalamnya.

Beberapa ilustrasi menunjukkan bahwa fotografi adalah sebuah proses yang dapat dimulai dari menentukan sebuah  ide, konsep, pesan sederhana,  teknik, obyek yang berakhir dengan karya fotografi.

mirza adi prabowo

Memilih Kamera untuk Memotret

“ Fotografi adalah aktifitas melukis dengan cahaya, tanpa cahaya, fotografi tidak pernah ada, dan tanpa kamera karya fotografi tidak akan tercipta. “

mirza adi

Kamera dalam proses penciptaan foto menjadi salah satu alat yang sangat penting, tanpa kamera seseorang tidak dapat memotret. Ketika memulai berfotografi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membeli kamera.

Mengapa harus membeli kamera?

Bukannya meminjam kamera atau menyewa juga bisa?

Meminjam dan menyewa kamera tentunya mempunyai resiko jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Membeli kamera bukan berarti terbebas dari resiko, ada harga yang perlu ditebus, tetapi keuntungan menggunakan dan mempunyai kamera sendiri akan lebih tenang dalam melakukan pemotretan. Dalam perjalanannya, lambat laun seseorang dapat mengenali karakteristik, kelemahan dan kelebihan kamera yang dimilikinya.

Kamera apa yang bagus untuk memotret?

Bagus mana antara merek merah, kuning atau hijau?

Mengenai kamera apa yang bagus untuk memotret, kembali kepada si pemotret untuk kepentingan apa karya fotografi dibuat. Para profesional fotografer banyak menggunakan kamera medium format dan DSLR dengan resolusi tinggi, traveller cukup menggunakan kamera mirrorless, kamera pocket, kamera prosumer dengan alasan segi kepraktisannya, tetapi tidak jarang juga menggunakan kamera DSLR untuk menemani perjalanan.

Kamera DSLR merupakan miniatur kamera profesional dimana menawarkan bentuk body kamera yang terkesan kokoh. Kamera mirrorless menjanjikan hasil gambar setara dengan kamera DSLR serta mudah dibawa dengan tingkat mobiltas tinggi. Kamera prosumer dan kamera handphone serta pocket mempermudah seseorang memotret untuk kepentingan pemotretan sederhana seperti dokumentasi dan sejenisnya.

Setelah meyakini jenis kamera apa yang akan dibeli, masalah kembali muncul mengenai merek apa yang paling bagus. Kamera merek kuning terkenal dengan ketajamannya, kamera merah populer dengan tonal warnanya, kamera hijau tersiar kabar maksimal pada kontrasnya. Merek apapun tentunya mempunyai kelemahan dan kelebihan.

Satu hal yang penting dalam menentukan merek kamera adalah seberapa mudah sparepart dan perlengkapan pendukungnya. Itulah alasan sederhana dalam menentukan merek kamera saat memulai dan menekuni dunia fotografi.

Menjadi peristiwa yang lucu ketika membeli sebuah kamera tetapi tidak dapat memanfaatkan dan memaksimalkannya.

Sebagai ilustrasi, sangat mungkin terjadi mempunyai kamera merek kuning yang terkenal dengan kualitas ketajamannya, mendapatkan foto gelap tetapi tajam, sehingga muncul noise (bintik merah) pada foto.

Kamera merah yang kondang dengan tonalnya, bisa jadi menghasilkan gambar terlalu terang (over exposure), sehingga tidak dapat merasakan tonal yang ditawarkan merek merah.

Begitu pula kamera merek hijau yang sedang populer dengan kontras warnanya, mungkin akan mendapatkan gambar kurang fokus tetapi kontras.

Merah, kuning dan hijau semestinya membantu kita menghasilkan karya yang  dapat dinikmati orang lain bukan sebaliknya. Merek menjadi salah satu alternatif seseorang membeli kamera, karena akan sia-sia ketika memperdebatkan tetapi kita tidak mampu memaksimalkannya. Kamera dengan harga mahal secara fisik dan kualitasnya akan lebih bagus daripada kamera dengan harga yang lebih murah. Dari segi fitur tentunya, kamera mahal akan lebih up to date daripada yang lebih murah.

Fotografi bukanlah Fotografer

Kita akan tanyakan kembali tentang apa itu fotografi ? agar tahu dari mana kita memulai.

Sebuah pertanyaan tentang apa itu fotografi?, nampaknya sudah kalah populer dengan pertanyaan apa merek kameramu? seri apa? lensanya pakai apa?

Sebagai pengantar pembahasan mengenai fotografi, alangkah baiknya mengerti dan paham apa itu fotografi. Menurut Wikipedia, fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu “photos” : Cahaya dan “Grafo” : Melukis/menulis) adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya.

Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera, tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.

Seperti kita pahami bersama, fotografi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan bidang seni komunikasi visual dua dimensi,

Fotografi bukanlah fotografer,

yang sering disebut fotografer adalah pelakunya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tertulis bahwa fotografer adalah juru foto. Fotografer merupakan sebutan para pelaku dunia fotografi yang beraktifitas dan berkegiatan menghasilkan karya foto.

Fotografi bukanlah pemandangan atau landscape,

Landscape adalah salah satu obyek dalam fotografi, sama halnya dengan manusia, hewan atau benda lain berupa obyek yang berada dalam setting kehidupan.

Fotografi bukanlah ide atau konsep,

Ide, konsep, teknik merupakan proses yang terjadi ketika seseorang melakukan aktifitas memotret.

Fotografi bukanlah lembaran foto,

Lembaran foto adalah buah dari proses mekanik bahkan elektronik dari sebuah alat perekam gambar bernama kamera.

Fotografi adalah suatu seni dimana pelakunya (fotografer) menggunakan kamera untuk menerjemahkan ide-ide, yang disusun berdasarkan konsep kemudian diaplikasikan dengan teknik fotografi dan digambarkan dalam sebuah karya foto.

Proses menghasilkan karya fotografi melibatkan beberapa proses seperti, proses berpikir mengenai ide dan gagasan, perhitungan matematis menentukan angka yang tepat pada setting kamera, menentukan arah dan intesitas cahaya, merasakan interaksi obyek dilanjutkan dengan proses mekanik dan elektronik yang terjadi pada kamera, berakhir dengan proses kimiawi pencetakan lembaran foto.

Beberapa pendapat mengenai fotografi yang dapat kita jadikan acuan dari seorang tokoh fotografi dunia yaitu Ansel Adam yang terkenal dengan karya-karya fotografi hitam putih, seperti :

“Photography is more than a medium for factual communication of ideas. It is a creative art.”

Fotografi lebih dari sekedar sebuah sarana ide komunikasi faktual. Fotografi adalah sebuah seni kreatif.

“Photography, as a powerful medium of expression and communications, offers an infinite variety of perception, interpretation and execution.”

Fotografi sebagai media berekspresi dan komunikasi yang kuat, menawarkan berbagai persepsi, interpretasi dan eksekusi yang tak terbatas.

Visit Us On FacebookVisit Us On Instagram